Artikel ini ditulis untuk lomba debat politik ceria IPB 2012 bersama Indra Diki Dewantara dan M. Agus Nurkholis
Politik dan ekonomi merupakan dua
bahasan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Perjalanan perkembangan politik dan ekonomi di berbagai Negara
di belahan dunia pun mengalami banyak pembedaan makna tergantung pada ideologi
yang dianut oleh suatu Negara, seperti paham sosialis-komunis, kaptilais, dan
liberalisme. Begitu pula dengan Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai
ideology, landasan Negara, sumber hokum, pandangan hidup bangsa, dan nilai –
nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun,
derasnya pengaruh globalisasi yang sedikit demi sedikit meruntuhkan nilai-nilai
pacasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara di Indonesia
membuat kehidupan di dalamnya pun sudah tidak lagi mencerminkan nilai-nilai
pancasila yang sesungguhnya, termasuk dalam bidang ekonomi dan politik sebagai
pilar penting suatu Negara.
Seiring dengan perkembangan zaman,
kondisi ekonomi-politik di Indonesia semakin memperihatinkan. Diawali dengan
ketidakjelasan sistem yang semakin berbelit – belit, “proyek kebijakan” yang
mengatas namakan rakyat, hingga faktor eksternal yang tidak mampu dikendalikan
oleh bangsa Indonesia sendiri. Besarnya pengaruh golabalisasi pasca reformasi,
telah merubah nilai-nilai fundamental ekonomi yang berpihak kepada para
pengusaha “bedompet tebal” dan membunuh ekonomi kerakyatan. Fenomena demikian pun
terjadi dalam kehidupan politik Indonesia yang saat ini syarat akan manipulasi
dan “birokrasi persaudaraan”. Pun lebih jauh, penetapan-penatapan kebijakan
yang kurang sensitif terhadap situasi dan kondisi masyarakat membuat keadaan
politik dan ekonomi di indonesia sulit untuk disesuaikan dengan kebijakan yang
tepat.