Semua
pasti tidak asing lagi dengan kata Tanya Kapan, Mengapa dan Bagaimana. Pelajaran
tentang hal ini sudah kita dapatkan bahkan semenjak kita berada di Sekoah
Dasar. Masih sangat saya ingat pada pertengahan usia saya dalam menempuh
jenjang pendidikan Dasar (sekitar kelas 4 atau 5), bu guru saya (yak arena kebanyakan
guru SD adalah Bu Guru) sering memberikan saya Pekerjaan Rumah terutama untuk
mata pelajaran bahasa Indonesia berupa membuat kalimat dengan kata Tanya, baik
salah satu dari rumpun kata Tanya 5W+1H atau salah satunya. Dulu sewaktu saya
berusia pada “zaman” itu tidak jarang saya meminta bantuan kepada kakak, orang
tua, bahkan (alm) kakek saya. Rasa – rasanya membuat kalimat Tanya saja berat
dan susah sekali untuk saya. Seiring dengan bertambahnya ilmu dan jenjang
pendidikan saya, membuat kalimat Tanya seperti itu sudah merupakan hal yang tidak
susah lagi (untuk hal – hal sepele seperti sewaktu saya SD). Namun saat ini
saya kembali merasa “tergelitik” dan membangkitkan “libido” keingin tahuan saya
tentang korelasi dari kata Kapan, Mengapa dan Bagaimana dengan perkembangan
sebuah bangsa.
Sepintas
mungkin hasil asumsi saya ini terkesan membingungkan. Mungkin banyak yang
bertanya apa hubungannya pelajaran yang saya dapat dari SD ini dengan bangsa
dan Negara. Kapan, Mengapa dan Bagaimana merupakan tiga kata Tanya yang secara
makna tidaklah susah. Kapan sejas menanyakan tentang waktu. Mengapa menanyakan
tentang alasan, dan Bagaimana menanyakan keadaan, cara, proses, dan step/jalan.
Namun setelah saya SMA saya pernah mendengar pendapat dari teman saya bahwa ia
pernah berkata “moto saya itu karena saya ingin dari entrepreneur sukses maka
aku harus merupah kapan menjadi bagaimana”. Dari kata teman saya itu hal yang
saya tangkap adalah bahwa ketika kita membahas kapan, maka kita hanya akan berbicara
mengenai waktu dan kata kapan ini selanjutnya saya asumsikan sebagai “jebakan”
imajinasi. Ketika kita hanya berkutat dengan kata kapan maka kita hanya akan
membahas waktu, dan apabila waktu itu (tidak sengaja) terlewat, maka selamanya
kapan akan menjadi Trending Topic dalam
mindset kita. Sementara ketika kita berbicara bagaimana maka disamping kita
membicarakan mengenai waktu, kita juga membahas mengenai perencanaan strategis,
strategi jitu, bahkan implikasi lebih jauh dari hal yang ingin kita lakukan.
Lebih jauh,
berkenaan dengan perkembangan bangsa dan Negara muncul satu “jebakan” kalimat
pertanyaan lagi, yaitu mengapa. Karena dengan bertanya mengapa berarti kita
mencari alasan dari suatu perkara maka dalam kaitannya dengan perkembangan
suatu Negara-bangsa kata ini sering kali disalah gunakan sebagai senjata blaming terhadap suatu pihak.
Lihat
saja Indonesia, saat ini sudah bukan saatnya lagi ketika kita membahas mengenai
kemiskina dan (lebih jauh) perkembangan Negara-bangsa ini agar dapat mencapai
kemakmuran kita menggunakan kata Tanya Mengapa dan Kapan sudah selayaknya kita
harus membiasakan untuk menggunakan kata bagaimana dalam menghadapi kedua hal
ini.
Mari kita
uji hal ini. Jika dalam sebuh seminar/symposium atau ranah sederhananya adalah
diskusi kelompok kita menggunakan kata kapan dan mengapa maka hal tersebut
tidak cukup. Misalnya jika forum tersebut dihadapkan dalam sebuah masalah “lingkaran
setan” (kemiskinan-kebodohan-keterbelakangan) dilontarkan pertanyaan sebagai
berikut :” Mengapa Indonesia menjadi Negara
yang kurang sejahtera sementara kita berada pada daerah dengan SDA yang sangat
melimpah?” maka jawaban yang akan kita dapatkan adalah :”Karena kualitas SDM kita yang kurang capable untuk mengolah kekayaan alam; karena pemerintah yang kurang tanggap sehingga tidak terjadi
pemerataan dinegeri kaya ini; karena kurang
tanggapnya pihak – pihak terkait, jadi hal ini seolah hanya urusan pemerintah,
hanya peerintahlah yang bertanggung jawab; dank arena karena lainnya. sudah pasti
jawaban itu hanya sebatas alasan alasan dan bukan alternative solusi. Alasan –
alasan itu pun kebanyakan hanya menuding dan mengkambinghitamkan suatu pihak
untuk dipersalahkan. Sekarang mari bandingkan dengan kata Kapan. Apabila muncul
pertanyaan “Kapankah kita akan
memulai restrukturasi terhadap tata pemerintahan Indonesia agar dapat lebih
baik dan pro rakyat dalam segala bidang” maka jawaban yang muncul adalah “Program
ini akan diselenggarakan ___________;
”pada tahun 2015 nanti seluruh
jajaran pemerintahan akan lebih
tertata dan kemiskinan berkurang; dan jawaban jawaban imajinatif lainnya.
berbicara mengenai waktu memang benar dan perlu. Namun yang lebih diperlukan
adalah perencanaan strategis berisi waktu, alternative solusi, dan the way to make it comes true.
Dengan demikian,
pertanyaan yang harus kita gunakan bila benar – benar ingin maju adalah bagaimana.
Lihat saja contoh bapak Saekan, warga desa Padas, Madiun yang memperoleh
Kalpataru atas jasanya sebagai penyelamat lingkungan di tahun 2008. Singkat cerita
ia lah yang menghijaukan daerah lereng Gunung Wilis yang sering kekeringan di
musim kemarau. Niatnya ini muncul melalui pertanyaan Bagaimana. “Bagaimana agar sumber air tetap ada
meskipun di musim kemarau?” dari pertanyaan itu lalu ia berusaha mencari CARA
agar desanya terselamatkan. Sama halnya dengan Pak Saekan, JEpang pun demikian.
Setelah hancur akibat bom atom dari USA maka Jepang kemudian bangkit dengan
pertanyaan bagaimana agar Jepang bisa bangkit, dan nyatanya kini Jepang bangkit
dan bahkan menjadi Negara hebat.
Indonesiapun
harus begitu, kita harus bangkit agar menjadi Negara-Bangsa yang maju dan lepas
dari ketertindasan, Keterbelakangan, dan KeTIDAKmakmuran. Langkah awalnya dapat
dilakukan dengan merubah mindsetting Mengapa,
Kapan menjadi Bagaimana. Tentu saja tidak cukup MindSetting, tapi juga perlu adanya kesungguhan dan etos kerja yang
gigih agar cita cita luhur yang terkandung dalam pembukaan konstitusi kita UUD
1945 bisa terealisasikan.
Itulah sebagian
ide yang ada di otak saya pagi ini ditemani alunan gitar akustik Depapepe. Salam
semangat…!!!!!!! =P
0 komentar:
Posting Komentar