Rabu, 20 Juni 2012

PEMIMPIN "SANTUN"


Santun, Siapa orang yang tidak tahu kata ini. Santun sangat berkaitan dengan Unggah Ungguh atau Tindak Tanduk Seseorang. Santun adalah sebuah sikap yang mencerminkan sisi baik, kalem, bersahaja, “nerimo” meskipun bukan berarti pasrah, tidak “pecicilan”, sopan, dan yah segala yang baik – baik. Bahkan menurut saya, santun berada pada posisi atau tangga yang lebih tinggi dari sekadar sopan.
Kita sudah belajar tentang santun sejak kita berada di Sekolah Dasar atau bahkan pada saat Taman Kanak Kanak (bagi sebagian yang mengenyam jenjang ini). Dulu waktu kita SD, maka wujud santun kita terhadap orang yang lebih tua yang selalu diajarkan disekolah antara lain adalah mencium tangan orang tua (berpamitan) ketika akan pergi, jalan dengan sedikit membungkukkan badan terutama bagi cultur Jawa, menyapa orang yang bertemu, menyebar senyum, dan hal – hal lainnya yang menunjukkan bahwa kita adalah pribadi yang memiliki kebaikan dan tata karma sempurna. Hal tersebut memang sangat terpuji.

Namun, kaitannya dengan dunia politik, ternyata saat ini pun masih ada budaya santun dalam politik Indonesia. Sungguh luar biasa karena elit politik kita tidak melupakan “budaya santun” ini. Ya, make a sense, yang saya maksud adalah “budaya politik santun”. Kata – kata itu bisa saja berkonotasi positif atau negative. Namun sebelum saya menyebutkan konotasi yang saya maksud mari kita ikuti uraian singkat saya ini.
Politik santun adalah sebuah “gaya” politik baru yang kini marak diaplikasikan oleh elit politik. Dengan politik ini, maka mereka selalu berpenampilan menarik, sopan, dan bersahaja untuk tujuan mengumpulkan suara dukungan dari rakyat. Pasti semua pihak tahu dan hal ini sudah bukan rahasia lagi. Sewaktu sedang berkampanye maka para kandidat selalu member “janji manis” bahwa mereka AKAN menyejahterakan seluruh rakyat. Bahkan tidak hanya pada saat proses pemilihan. Pada saat mereka sudah menjabat sebuah jabatan politikpun, sikap santun, dan yang selalu berusaha untuk menyenangkan berbagai pihak tetap mereka lakukan. Meskipun public tak pernah tahu, “something behind the fact”. Celakanya, sebenarnya demi menjaga “kesantunan” ini pejabat politik di sana banyak yang memanipulasi data agar seolah – olah rakyat benar – benar sejahtera dan janji AKAN-nya pun terpenuhi. Sesungguhnya upaya tersebut tidak lebih dari sebuah bentuk pencitraan yang kurang “smart” menurut saya. Pencitraan seperti di atas tak ubah sebuah pembodohan dan kebohongan public yang terlegalkan. Apabila terus menerus dibudidayakan sebaiknya cepat – cepatlah mengatakan “bye bye Indonesia from global situation”. Hal tersebut pastinya hanya akan menghambat kemajuan Indonesia. Pemerintah tidak perlu membohongi masa apabila pada kenyataannya situasi yang mereka hadapi saat ini memang situasi yang buruk. Dengan memberikan laporan yang salah itu maka Indonesia akan terbuai dan dininabobokan dengan keadaan yang fiktif yang telah dipublikasikan sementara pada kenyataannya rakyat masih sangat menderita.
Dari uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa santun yang di ajarkan pada saat kita SD dengan santun yang dilakukan oleh para elit politik sangat berbeda pada maksud dan tujuannya. Pencitraan santun yang terjadi pada para elit ini harus dihentikan apabila santun tersebut disalah gunakan sebagai tameng bermuka dua dari mereka saja. Karena biasanya dengan pencitraan santun itu, maka ketika para pejabat dikritik mereka akan MATI-MATIAN membela citranya saja bukan kepentingan rakyat. All in all, kita butuh praktik nyata bukan hanya sekadar pencitraan santun. So, buat seluruh teman – temanku khususnya Ilmu Pemerintahan UNDIP,2011 khusunya, ayo kita harus bisa jadi pemimpin yang benar – benar pemimpin.
Tulisan ini saya buat di tengah menunggu netbook saya discan karena virusan dari flasdisk saya. Ditemani nasi goring ber-chicken stick seharga murah meriah (kurang dari 5000) dan minuman mineral dingin yg sangat saya idolakan, A*ua. heheee

0 komentar:

Posting Komentar