Kebijakan mobil murah ramah lingkungan
yang keluarkan oleh pemerintah pada trimester ketiga tahun 2013 ini menuai
banyak pro dan kontra. Sebagian pihak menilai bahwa penetapan kebijakan ini
tidak sesuai dengan beberapa program dan target terdahulu yang telah ditetapkan
oleh pemerintah sendiri. Misalnya target pengurangan emisi CO2 Indonesia
sebanyak 26 persen di tahun 2030, serta program penyediaan sarana transportasi
missal murah. Namun pada kenyataannya mobil yang menjadi penyumbang polusi terus
diperjualbelikan bahkan saat ini dihargai murah. Selain itu, program penyediaan
transportasi missal murah juga dapat terhambat karena masyarakat rata – rata
memiliki mobil yang konon murah itu dan infrastruktur jalan pun telah penuh
sesak oleh kendaraan – kendaraan pribadi.
Sementara di sisi lain, pemerintah
beralasan bahwa penetapan kebijakan murah ramah lingkungan ini tidak lain agar
semua masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang berasal dari kelas ekonomi
menengah ke bawah, dapat menikmati haknya untuk memiliki kendaraan pribadi. Kebijakan
yang dituangkan dalam Perpres No. 41 Tahun 2013 ini diyakini pemerintah sebagai
kebijakan yang pro-poor. Melalui
kebijakan ini pemerintah berusaha untuk mengakomodasi hasrat seluruh masyarakat
Indonesia untuk bisa memiliki mobil pribadi.
Namun, bila ditelisik lebih jauh,
nyatanya tidak semua rakyat miskin di Indonesia mementingkan kepemilikan
kendaraan pribadi mobil. Banyak tokoh berpendapat bahwa yang lebih mereka
butuhkan adalah sembako, bukan mobil. Kebijakan ini lantas dinilai sebagai
kebijakan yang menghina rakyat Indonesia sendiri. Kebijakan ini juga dinilai
lebih menguntungkan investor asing dari pada rakyat Indonesia. Dengan adanya
kebijakan ini, maka perusahaan – perusahaan mobil asing akan berlomba – lomba
memproduksi mobil murah untuk dipasarkan ke Indonesia. Sementara di sisi lain,
hal ini berarti mematikan industry mobil nasional yang belakangan ini sedang
digadang – gadang oleh beberapa pihak termasuk pemerintah.
Melihat dinamika dari kebijakan di atas,
dilihat dari pola hubungan antara bisnis dan politiknya, maka menurut saya
kebijakan ini mencerminkan pola hubungan Statisme. Pola hubungan statisme
adalah suatu pola hubungan antara bisnis dengan politik di mana Negara menjadi
penentu kebijakan ekonomi negaranya. Dalam hal ini Negara mengintervensi segala
macam bentuk kegiatan ekonomi suatu Negara. Bahkan Negara juga menentukan
masalah investasi baik domestic maupun asing, masalah perizinan, perburuhan,
hingga yang paling ekstrem adalah Negara juga menentukan produk apa saja yang
harus diproduksi oleh suatu industry atau perusahaan. System statisme ini
biasanya diterapkan oleh Negara – Negara yang sedang mengejar ketertinggalan
dari Negara lain. Menurut mereka yang menggunakan system ini, Negara harus
mengintervensi kegiatan ekonomi sebagai indicator dari pertumbuhan agar segala
kegiatan ekonomi yang dilakukan dapat terarah dan tepat sasaran. Namun, apabila
system ini terlalu diagungkan lama kelamaan justru akan menimbulkan apa yang
disebut dengan predatory state,
intervensi yang dilakukan Negara bukan lagi menguntungkan rakyatnya melainkan
justru menjadi predator bagi negaranya sendiri dengan berbagai permasalahan
yang ditimbulkan.
Dalam konteks kebijakan mobil ramah
lingkungan, terlihat jelas bahwa penyusunan kebijakan ini adalah kebijakan yang
datangnya dari level atas Top Down Policy.
Pemerintah mengatur pola investasi industry otomotif dengan mengizinkan
masuknya mobil – mobil murah ke Indonesia, tanpa didahului jejak pendapat dari
masyarakat atau setidaknya para ahli terkait. Potret kebijakan mobil murah
ramah lingkungan ini menunjukan daya upaya Indonesia yang sedang mengejar
ketertinggalan dari Negara – Negara lain melalui peningkatan jumlah kepemilikan
mobil pribadi. Sayangnya upaya yang digagas pemerintah ini banyak dibatantah
oleh beberapa pihak. Banyak pihak yang beranggapan bahwa untuk menjadi Negara
maju, bukanlah kepemilikan mobil pribadi yang menjadi ukuran, melainkan
bagaimana masyarakat kaya mau menggunakan transportasi murah missal yang
disediakan pemerintah. Jika kenyataannya seperti yang kita lihat sekarang ini,
maka kebijakan mobil murah ini merupakan sebuah kebijakan yang salah sasaran
serta maksud intervensi pemerintah dalam bidang ini justru menjadikan Negara
sebagai predator negaranya sendiri.